Monday, July 22, 2002

MENJADI EKSISTENSIALIS ATAU ATHEIS?

Aku menemukan diriku sendiri ketika aku berpikir, berkata dan bertindak. Tiada yang mengetahui diriku sendiri selain aku. Manusia lain hanya mengenal kita secara luar. Mereka tidak dapat menyelami kedalaman diri kita selain diri kita sendiri. Mengertilah! Jangan bergantung engkau pada penilaian orang lain. Jadilah dirimu sendiri. You which you are. Engkau yang adalah engkau sendiri!

Bagiku itu merupakan pengertian dari eksistensialisme. Engkau yang menjadi engkau sendiri. Engkau yang adalah engkau Engkau ada karena engkau eksis. Aku tidak sepikir dengan pendapat bahwa eksistensialisme selalu berkait dengan atheisme. Memang banyak pendukung eksistensialisme yang adalah atheis, sebutlah Albert Camus, Kafka, mungkin juga Nietzsche. Tapi saya kira tidaklah semua penganut faham eksistensialisme adalah seorang atheis. Saya tidak tahu apakah Iwan Simatupang, novelis Indonesia angkatan 1950-an, juga adalah seorang atheis. Dalam karya-karyanya seperti Merahnya Merah, Kering, Kooong, ia begitu kental dengan nilai-nilai eksistensialisnya. Namun ia juga mengangkat sisi religiusitas dalam karyanya. Kadang ia mengkritik keagamaan yang sekadar "agama" --dan bagi saya ini bukanlah suatu faham anti-Tuhan--, tapi ia juga pernah mengangkat penghormatan kepada sifat religiusitas yang nyata, tulus, tidak sektarian atau ekslusif.

Aku pun kini sebenarnya sedang menimbang, apakah aku seorang eksistensialis (aku tertarik pada paham ini setelah aku membaca karya Iwan Simatupang, Merahnya Merah dan Kering). Jika seorang eksistensialis adalah seorang atheis, berarti aku bukan seorang eksistensialis, sebab aku percaya akan adanya Tuhan. Namun aku memang sedang belajar untuk menjadikan aku, jika boleh aku mengutip Nietzsche, manusia yang manusiawi. Menjadikan aku sebagai manusia yang berpikir dan bertindak.

Atau baiklah dengan kata lain, janganlah kita dipusingkan dengan berbagai macam istilah. Apapun itu peristilahannya, entahkah itu eksistensialisme atau apa pun namanya, baiklah kita menjadi manusia yang manusia, manusia yang menjadi diri kita sendiri tanpa dibebani oleh tuntutan-tuntutan manusia lain yang justru malah membuat kita menjadi dekaden.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home