Saturday, April 19, 2003

paskah


Aku tergugah perasaan saat pagi ini aku, entah mengapa tiba-tiba, menyanyikan sebuah lagu yang syairnya begini (terjemahan bahasa Indonesia):

waktu kecil kita
merindukan natal
hadiah yang besar
...

karena kita
Dia menderita
karena kita
Dia disalibkan
agar dunia yang hilang
diselamatkan
dari hukuman kekal
...

Aku terenyuh oleh lagu itu. Itu lagu natal, memang. Tapi kata-katanya tidak "natal" sekali sebagaimana lagu-lagu natal yang indah, riang, bahagia dan kadang malah ngaco seperti lagu I Saw Mama Kissed The Santa, White Christmas (oleh Ebony, yang negro, lagu itu diubah judul dan beberapa liriknya yang berbau white menjadi black), atau lagu-lagu natal lain yang kelihatannya malah sangat memuji sosok Santa Clause, mitos yang menjadi nyata melebihi Yesus sendiri.

Lagu itu lagu natal, memang. Tapi kata-katanya menyentuh, tentang alasan kelahiran Yesus di bumi ini dan mengapa Ia mau lahir, lebih hina dari manusia biasa, dan mati, lebih hina juga dari manusia biasa.

Lagu itu sedih. Mungkin syairnya bisa "merusak" suasana Natal, sehingga jarang sekali kita dengar lagu itu diputar di mall-mall, atau di gereja, atau di rumah-rumah. Sialnya, di gereja malah lebih sering memutar lagu-lagu memuja Santa Clause dibanding lagu ini.

Lagu ini sedih, memang. Tapi ia berbicara mengenai kenyataan tentang kehadiran Sosok Agung bernama Yesus, Sang Anak Manusia yang juga adalah Anak Allah. Ia lebih berbicara kenyataan dibanding lagu-lagu Santa Clause.

Ah, apa yang hendak kutulis tentang lagu itu sehubungan dengan Paskah?

Aku terenyuh saat aku tiba-tiba menyanyikan lagu itu. Aku, jujur saja, menangis. Aku menyadari keprofananku. Pemberontakanku. Pengkhianatanku. Aku lihat diriku masih terus saja berlabur karnal.

Aku menangis. Bukan karena penyaliban Yesus. Justru aku akan berterima kasih karena itu. Haleluya, karena Kau mau disalib untuk kami. Aku menangisi diriku sendiri. Aku menangisi kekarnalanku.

Seperti anak yang tersesat, yang pulang kembali ke rumah bapanya, aku hendak kembali pulang pada Bapaku. Aku hendak menangis di bawah kaki-Mu, menerima pemulihan, dan menjadi aku..., aku yang baru.

Aku kembali, Ayah...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home