Wednesday, October 08, 2003

Segelas Teh Manis dan Sepiring Kecil Wafer


Kau tahu apa yang paling kuinginkan di saat seperti ini? Secangkir teh manis dengan sepiring kecil wafer dan bacaan yang merangsang otakku menjadi jalang. Aku butuh semacam saat tenang. Mungkin.

Tapi kau tahu juga kan bahwa saat malam mengendap-endap mencuri terang, saat hitam diam-diam menyelimuti bintang, tenang kadang menjadi sebuah gigir yang menakutkan yang merobek dinding dada kita sehingga paru-paru serasa sakit seolah kita kena TBC> Hidup TBC! Bila memang demikian adanya.

Dokter terlalu pelit memberiku segelas teh manis dan sepiring kecil wafer Khong Guan. "Tak mesti Khong Guan", pintaku. Tapi dijawabnya, "Diam! banyak kali ocehmu!" Di sini tenang menjadi semacam kelangkaan yang harus kita kais dari tong sampah seberang di samping kompleks pelacuran yang berhadapan langsung dengan kompleks pemakaman.

Ah, betapa hidup ini adalah kegilaan, kesenangan dan kematian yang berdekatan. Mungkin arsitek itu telah gila merancang tata letak bangunan ini. atau pemerintah kota ini tolol sehingga meletakkan ketiganya berdekatan (ataukah memang di sengaja karena penghuni ketiga tempat ini adalah para buangan yang ditikam hujat dan pandangan mata yang melecut kosong udara?).

Atau mungkin justru Tuhanlah yang sinting yang memungkinkan ketiganya ada.

Demi kentut-kentut di udara, aku butuh ketenangan!

Dokter, beri aku segelas teh manis dan sepiring kecil wafer untuk menemani aku dan bukuku!

Ataukah memang tak ada teh manis dan wafer di rumah sakit jiwa? Terkutukkah mereka?

Atau justru aku yang terkutuk?


/jatinangor, 7 oktober 2003

0 Comments:

Post a Comment

<< Home