Tuesday, July 29, 2003

Pernahkah kau membayangkan makna kesejatian? Cinta? dan keberadaan diri?

Mungkin aku terlalu dilelapkan oleh bacaan dan cerapan indera yang sengaja kucekokkan ke dalam diriku. Aku terlalu membiarkan diriku dibuai oleh khayalan-khayalan ideal tentang arti menjadi seorang manusia, tentang makna cinta, tentang segala sesuatu yang seharusnya terjadi di bumi, namun hanya hanya nyata terkerat dalam bubur kulit kayu yang dipipihkan menjadi lembar-lembar tempat menulis kata.

Sejujurnya, aku mengalami kegelisahan yang sumir sebagai akibat dari kegilaan subtilku yang mewujud dalam diri banalku. Dan dalam kegelisahanku, aku mengharapkan dunia yang ideal. Dunia di mana ada senyum tulus seorang anak kecil yang berlari berkejaran dengan kupu-kupu berteman matahari yang tertawa bahagia diantara bunga-bunga yang menyanyikan kidung surga.

Mungkin benar, keletihan akan melahirkan suatu bayangan, seperti seorang pengelana yang tersesat di padang gurun yang tandus dan lalu mengimpikan suatu oase yang di sekelilingnya bertumbuhan pohon-pohon dengan buah-buah yang ranum dan segar. Demikian pula aku.

Keletihan, ketakutan, kegelisahan, bergumul satupadu erat mencerat dalam diriku. Ada kadang berpikir mengakhiri permainan dengan cara mudah, tapi aku adalah seorang lelaki. Seorang petempur.

Ya, aku seorang lelaki. Dan aku harus menegaskan itu kepada keyakinanku. Dan konsekuensi dari segala keberadaanku adalah: aku harus tetap berjalan. Melangkah. Sampai titik akhir aku mati dengan sendirinya, bukan mati oleh karena tanganku.

Dan aku adalah lelaki. Dan aku harus tetap menantang langit dan menghunjamkan kakiku pada debu bumi dan menyeret langkah mengukir sejarah bagiku sendiri.

Karena aku seorang lelaki. Dan karena aku adalah mahluk bebas berkesadaran.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home