MAAF, TAK ADA NATAL KALI INI
Kadang aku berpikir, bila Natal tak pernah ada. Mungkin takkan ada pohon Natal dengan segala kelap-kelipnya. Mungkin takkan ada Santa dan Piet Hitam. Takan ada hadiah-hadiah Natal. Takkan ada tanggal merah dan hari libur pada tanggal 25 Desember. Dan orang-orang akan melewati hari itu sebagaimana hari-hari lainnya sebagaimana biasanya, sebagaimana mestinya.
Bila tak ada Natal, aku kadang berpikir, apakah orang akan menciptakan hari lain untuk menyambut sang Santa yang datang dengan sekarung hadiah sambil menaiki kereta rusa kutub, apakah salju akan menjadi sesuatu yang mendatangkan ilham yang dramatis.
Aku pernah membaca sebuah artikel tentang kelahiran Yesus. Bila dirunut dari tanda-tanda alam dan sistem penanggalan Yahudi, Yesus memang sama sekali tak lahir pada bulan Desember. Mana mungkin para gembala mau bermalam di tengah padang rumput menemani ternak mereka bila pada saat itu adalah saat musim dingin di mana cuaca akan sangat menggigit kulit dan tulang mereka?
Dalam artikel yang kubaca, dengan melihat tanda-tanda alam, sejarah kelahiran Yesus bila dirunutkan ditambah dengan kisah-kisah yang ditulis dalam Alkitab, sangat mungkin bila Yesus justru lahir pada bulan September.
Bulan September. Bulan kelahiranku juga. Malah bisa jadi ia lahir pada tanggal sebagaimana aku lahir. Dan bila kita mau merayakan Natal, mengapa tak rayakan pada bulan September? Buatlah pada tanggal kelahiranku, bila kita memang tak tahu pasti tanggal kelahiran-Nya.
Tapi tak mungkin bukan, bila Natal dirayakan pada bulan September?
Bila tak ada Natal, aku kadang iseng berpikir, apakah akan tetap muncul dongeng tentang seorang kulit putih, berjanggut putih dan berjubah merah yang dengan baik hatinya membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak yang baik, ditemani pembantunya yang berkulit hitam yang bertugas menghukum anak-anak nakal? Bila tak ada Natal, akankah kisah kelahiran Yesus seperti yang ada dalam Kitab Suci akan tetap terjaga kemurniannya atau malah justru tetap terlupakan?
Sejujurnya, aku merasakan ada kesenangan bila Natal datang sebagaimana yang terjadi tiap tahunnya seperti selama ini. Akan ada hari libur di mana aku bisa berisitirahat sejenak dari segala kejenuhan hidup. Akan ada film-film katun dan film-film keluarga yang jalan ceritanya sangat menyentuh dan kadang beberapa menggelitik. Betapa menyenangkan, bukan? Akan ada juga choir-choir himne Natal. Walaupun ada pula kegelisahan: yang berulangtahun justru terlupakan. Yesus tak terbersit dalam pikiran kebanyakan orang melebihi sang Santa.
Ada sesuatu yang berbeda pada Natal kali ini. Aku menikmati Natal sendiri di pemondokanku, tanpa televisi, tanpa nastar, kacang dan kue loyang buatan ibuku. Tanpa orang terkasih. Hanya aku dan aku sendiri.
Tapi mungkin memang takkan ada Natal kali ini. Sebagaimana tak ada Natal pada tahun-tahun sebelumnya (sebuah paradoks dibanding pernyataan sebelumnya, bukan?)--hanya saja kita tak menyadari, mungkin karena kita terlalu gegap menyambutnya. Karena kisah tentang Yesus hilang dari pokok perayaan.
Mungkin tak ada Natal tahun ini. Yesus toh tak lahir pada tanggal 25 Desember. Dan Natal takkan menjadi ritus perayaan sia-sia pada satu hari yang, lalu kemudian lenyap tertiup hembusan angin waktu menjadi kenangan tak berarti dan tindakan pemborosan.
Mungkin Natal takkan ada kali ini. Karena Yesus hilang dari kisah penuturan-penuturan orangtua yang takut sehingga menciptakan mitos Santa dan Piet demi menjaga keakuan baik anaknya dan berusaha menjadi alat suap untuk tetap menjadikan mereka sebagai anak baik. Dan oleh karena itu, adalah lebih baik bila Natal ditiadakan saja kali ini.
Natal kali ini tak terlalu istimewa bagiku. Toh aku banyak tertinggal dalam banyak hal. Pun bila ada sesuatu yang istimewa, yang ada hanyalah bahwa ada kesadaran baru yang membuatku mengakui bahwa aku tak bisa jauh dari Allahku dan itu membuat aku berusaha membawa hatiku kembali tertuju kepada-Nya sebagaimana aku pernah mencintai-Nya untuk pertama kalinya dengan kasih mula-mula yang berkobar.
Maaf, tak ada Natal kali ini dalam hariku. Tapi ada Yesus dalam hatiku.
:: RUANG BACA | READING CHAMBER ::
my mind, my spirit, my brainwave ...
PERHATIAN:
halaman ini berbahaya dan sangat tidak dianjurkan bagi mereka yang menganggap dirinya kudus dan/atau sempit pikir.
anda dapat memberi komentar, pendapat atau pemikiran pada buku tamu di halaman depan dan/atau di message board pada halaman ini.
dilarang mengutip isi dari situs ini tanpa seijin pemilik situs.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home