Sunday, August 17, 2003

PERCAKAPAN DENGAN SEORANG KAWAN


Sobat, kau selalu melihatku penuh tawa, bahagia, tanpa susah, tanpa duka. Begitukah?

Kau salah, sobat. Itu mungkin kata menyakitkan, tapi itulah kata yang tepat yang dapat kukatakan kepadamu. Kau s-a-l-a-h. Maaf.

Aku adalah laki-laki yang kerap menangis. Di kamarku.

Dan airmataku adalah malaikat yang buruk rupa, sehingga ia ubah wujudnya saat bertemu matahari, menyembunyikan rautnya di balik jubah yang kau sebut dengan nama tawa itu.

Dan aku adalah lelaki yang selalu gelisah. Bahkan sangat gelisah bila kegelisahan itu tak datang menghampiriku. Aku memang seorang manusia gelisah, kawan. Manusia yang dikutuk untuk menyetubuhi kegelisahan.

Kau tahukah? Bahkan saat aku sedang berkata-kata denganmu sekarang, aku ini sedang menangis, melipat muka, meraung. Lucu kan? Tapi apa yang kau dengar adalah tawa, senyum, dan lelucon. Aku tahu itu. Tak usah kau sembunyikan ketidaktahuanmu seolah-olah kau tahu bahwa aku sedang menangis bukan tertawa padahal kau tak tahu sama sekali bahwa aku sedang menangis bukan tertawa. Aku tahu bahwa kau tak tahu. Dan kau tidak tahu bahwa aku tahu.

Tahukah kau mengapa demikian?

Karena airmataku adalah malaikat yang buruk rupa, sehingga ia ubah wujudnya saat bertemu matahari, menyembunyikan rautnya di balik jubah yang kau sebut dengan nama tawa itu.

Darimana aku tahu bahwa kau tidak tahu? Begitukah tanyamu tadi?

Karena aku manusia gelisah, kawan. Dan dalam kegelisahan selalu ada tahu yang tidak tahu atu tak tahu yang diketahui.

Kau bingung? Mungkin itu karena kau tak dikutuk demikian.


Jatinangor, 17 Agustus 2003

Wednesday, August 13, 2003

sajaksajak anggurputih



doapengakuan

tuhan
aku tadi onani
sambil membayangkan
tubuhmu yang seksi

jatinangor, 13 agustus 2003



jembut

jangan cukur jembutmu
aku suka itu
gondrong lebat hitam seksi

kau lebih cantik
dengan jembut yang tak tercukur

di situ
di kerimbunan jembutmu
telah tersesat secawan anggur
jauh dari mulut pemabuk
mengikat mimpi
burung yang ingin pulang ke surga

jatinangor, 13 agustus 2003



segelas gundah

segelas gundah berbulirbulir busa alkohol ditemani asap yang terbang bermimpi jadi awan di langit memecah balonbalon dari sabuncolek yang ditiupkan dari sedotan bekas tehbotol membawa kesepian yang dingin menjadi hangat dalam pelukanmu. o, betapa aku rindu mengecupmu sekali lagi di atas bantal kumal di atas kasur kapuk lapukku.

jatinangor, 11 agustus 2003