Saturday, October 12, 2002

Selamat pagi....

Whatta great morning this day!! Feel like the sunmaid has brought a shinny happy shine upon my life, my face my through...

Uh, say cheers first to Heavenly Father that so loves me very much tremendeously...even with geek stink breath in my mouth -- ooops... :*

Entah kenapa, hari ini aku merasa bahagia aja... Fell so bright. Mungkin karena aku mendapat semacam aufklarung alias pencerahan dalam beberapa hari ini. Memang tidak banyak mengubah aku, namun setidaknya aku mengalami prerubahan.

Selamat pagi Langit! Cerahlah engkau hari ini...
Selamat pagi Matahari! Ah, rupanya kau masih terlalu betah untuk lama menyinari bumi dengan terikmu hingga kering tempat kami tinggal tiada air...
Selamat pagi Bumi! Tetaplah tegar engkau biar kering tubuhmu.... Sebab kaulah tempat aku berpijak hingga tetap aku tegak lurus terhadap langit...
Selamat pagi Hidup! Aku menantangmu bergelut denganku hari ini... Ah, biarlahlah aku menggumuli aku hingga sampai aku pada klimaksku....
Selamat pagi Semua! Ikutlah kalian dengan kegilaanku hari ini...

Sunday, October 06, 2002

Saat kita dalam keputusasaan, bunuh diri terkadang kita jadikan sebagai satu dari berbagai pilihan yang terbaik. Aku pun pernah demikian. Aku pernah menjadikan bunuh diri sebagai salah satu pilihan yang kupertimbangkan. Namun tak pernah ia kujadikan sebagai suatu keputusan. Bagiku, bunuh diri bukanlah suatu cara penyelesaian yang terbaik yang dapat menyelesaikan masalahku.

Bagi mereka yang ateis, atau benar-benar sudah tak dapat lagi berpikir mengenai cara penyelesaian yang lain selain bunuh diri, itu merupakan keputusan yang bebas nilai. Bagi kaum ateis, tak ada norma-norma agama yang tak dapat mengikat mereka, selain diri mereka sendiri. Bagi eksistensialis, bunuh diri merupakan tindakan yang dipertanggungjawabkan kepada diri mereka sendiri, bukan kepada pihak lain di luar diri mereka seperti masyarakat atau pun Tuhan (itulah mengapa para eksistensialis banyak yang mengambil sikap ateis karena pertanggungjawaban mereka hanya kepada diri sendiri bukan kepada yang lain, apalagi Tuhan yang subtil dan tak terlihat).

Bagiku pun tindakan bunuh diri merupakan tindakan yang bebas nilai--lepas dari norma apa pun. Nilainya tergantuing pada subyek itu sendiri berikut dengan pemahaman-pemahaman yang ia serap dan terap dalam filosofi dan jalan hidupnya. Hal itu berlaku juga bagiku. Dalam jalan hidupku yang berlaku adalah nilai-nilai hidupku yang telah aku pilih dan tetapkan. Dan bagiku, tindakan bunuh diri merupakan suatu pseudo-problem-solving. Ia tidak pernah dapat menyelesaikan masalah. Ia hanya membawa kita lari terhindar dari setiap konsekuensiyang harus kita hadapi bila kita menggumuli masalah itu. Dan terkadang keputusasaan sering dianggap sebagai akhir pertandingan bahwa kita telah kalah dan kita harus meninggalkan arena pertandingan dengan cara, salah satunya adalah, ya, dengan cara bunuh diri itu tadi.

Buat kalangan yang menganut nilai-nilai agama, bunuh diri jelas merupakan dosa! Tapi bagi mereka yang ateis--termasuk di dalamnya para eksistensialis-ateis--jelas dosa merupakan suatu kebodohan dan isapan jempol. Bagi mereka surga/neraka merupakan tiada dan Tuhan pun tidak bereksistensi--sebab eksistensi Tuhan dapat menafikan eksistensi manusia. Bila mereka benar, maka berbahagialah para kriminil, suiciders, bromocorah, dan segala pendosa yang dapat tersebutkan. Karena setelah kematian maka hilanglah mereka dalam keentahan tak terjejaki. Mereka lenyap dalam mati sebagaimana mantra "alakazam!!" para penyihir ketika menghilangkan benda di hadapan para audiensnya. Malah sebenar-benarnya mereka dapat dikatakan mati dan hidup sia-sia. Namun jika mereka salah--bahwa ternyata Tuhan itu eksis dan surga/neraka itu ada--maka mereka tentulah mereka tidak mati sia-sia, sebab mereka punya tujuan pasti: neraka.

Bagaimana dengan kaum agama bila ternyata Tuhan, surga dan neraka tidak ada? Mereka setidak-tidaknya telah menaburkan kebaikan di muka bumi selama mereka hidup (dan mitos konyol tentang Tuhan!--begitu anggapan para ateis). Tentu kematian mereka dan kehidupan mereka pun sia-sia, sebab kebaikan mereka hanya dituai oleh orang lain yang mendapatkannya. Namun setidaknya mereka mendapatkan kepuasan pada akhir hidup mereka: menaburkan kebaikan, walau ternyata itu hanya gratis dan tidak menambah poin mereka untuk masuk surga (sebab surga tidak ada!). Mungkin para ateis dan penjahat pun mendapatkan kepuasan dalam kejahatan dan penafikan mereka. Entah apa itu, sebab aku bukan termasuk dari mereka. Nilai-nilaiku adalah nilai-nilaiku sendiri, di mana aku pun menganut satu nilai keagamaan.

Mengapa aku menulis ini? Menulis tentang kematian, bunuh diri dan nilai-nilai? Sebab saat ini pun aku sedang mengalami kegundahan yang membawaku terjembab dalam dunia yang penuh labirin kegamangan. Saat-saat seoperti ini dan tulisan ini tidak hanya kutujukan untuk menyampaikan pandanganku mengenai bunuh diri, kematian, dan nilai-nilai kepada orang lain semata, namun lebih daripada itu, aku pun sedang mendebat diriku sendiri, mengajar diriku sendiri dan menyampaikan sesuatu kepada diriku sendiri di tengah kegamanganku. Agar aku tidak sampai pada tahap destruksif terhadap diriku sendiri. Agar aku tetap mengambil keputusan yang tepat.

Semoga kalian mengerti maksud tulisan ini dan situasiku.

PS: Bila ada pertanyaan atau sekedar debatan, layangkan surat kalian ke firdaussiagian@firdaussiagian.cjb.net.